Skip to main content

Hari ini bertepatan dengan 72 tahun, kita semua mengenang suatu peristiwa sejarah yang lebih dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Hingga awal tahun 1970-an, serangan atas Yogyakarta 1 Maret 1949, sama sekali tidak pernah ditonjolkan, karena para pejuang waktu itu menilai, bahwa episode ini tidak melebihi episode-episode perjuangan lain, yaitu Insiden Bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato atau Oranje Hotel (sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya 18 September 1945. Pertempuran lima hari di Semarang sebagai serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di Semarang pada masa transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal 15–19 Oktober 1945, pertempuran heroik di Medan (Medan Area, Oktober 1945), Palagan Ambarawa (12 – 15 Desember 1945), Bandung Lautan Api (April 1946), Perang Puputan Margarana Bali (20 November 1946), Pertempuran 5 hari 5 malam di Palembang (1 – 5 Januari 1947) dan juga tidak melebihi semangat berjuang Divisi Siliwangi, ketika melakukan long march, yaitu berjalan kaki selama sekitar dua bulan – sebagian bersama keluarga mereka – dari Yogyakarta/Jawa Tengah ke Jawa Barat, dalam rangka melancarkan Operasi Wingate untuk melakukan perang gerilya di Jawa Barat, setelah Belanda melancarkan Agresi II tanggal 19 Desember 1948. Dan masih banyak lagi pertempuran heroik di daerah lain. Hingga waktu itu, yang sangat menonjol dan dikenal oleh rakyat Indonesia adalah perjuangan Arek-Arek Suroboyo pada 28 – 29 Oktober hingga bulan November 1945, yang dimanifestasikan dengan pengukuhan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.

Permasalahan dimunculkan ketika masa pemerintahan Orde baru menjadikan peristiwa 1 Maret 149 sebagai peristiwa yang heroik dengan diwajibkan setiap siswa untuk menyaksikan dibisokop-bisokop sebagai bahgain proses pembelajaran terutama mata pelajaran sejarah. Hal ini dipertajam dengan selalu ditayangkannya film di TV Nasional sebagai peringatan hari tersebut. Jika memang untuk menjadikan peristwa ini sebagai proses pembelajaran, menumbuhkan rasa nasionalisme, dan menjadikan pelajar dan mahasiswa kritis terhadap pemikiran sejarah tidak lah menjadi masalah karena akan mengembangkan sebagai bangsa yang cita tanah air dengan berpikir kritis terhadap perjalanan bangsanya. Akan tetapi penonjolan tokoh Suharto yang ketika itu sebagai Presiden Indonesia menjadi akar yang menumbuhkan ‘pro dan kontra’ dipermukaan.

Penulisan ini bukan untuk mengembalikan ‘akar pro – kontra’, akan tetapi sebagai bentuk rasa syukur bahwa kita sebagai bangsa Indonesia diberikan perjalanan dalam menata kehidupan berbangsa dengan sebuah peristiwa yang patriotik, amar ma’ruf nahi munkar, dan rela berkorban sehingga menumbuhkan bangsa yang kita huni saat ini. Semoga penulisan ini membangkitkan kembali sikap patriotik, amar ma’ruf nahi munkar, dan rela berkorban yang merupakan pondasi nasionalisme dan sikap pejuang sebagai ‘roh’ mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) dan harga diri bangsa yang konon sedang terpuruk.

Tetaplah tegak menatap masa depan sebagaimana tokoh pejuang 1 Maret 1949 yang berhasil membuktikan diri dengan kemampuannya berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI – berarti juga Republik Indonesia – masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB yang kemuian menghantarkan bangsa Indonesia berdaulat sebagai bangsa dan negara.

Peristiwa 1 Maret 1949

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI berarti juga Republik Indonesia masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengada kan perlawanan. Letkol. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

Dalam sebuah peristiwa setiap peristiwa tidak berdiri dengan sendirinya, tidak terkecuali peristiwa heroik 1 Maret 1949 ini dilatar belakangi oleh :

  1. Pada saat itu posisi Indonesia memang sedang melemah setelah menghadapai Pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, Belanda yang telah menyadari hal itu langsung menyerang dan menguasai beberapa daerah, salah satunya adalah Yogyakarta yang merupakan ibu kota Indonesia saat itu, banyak pesawat tempur dan pasukan Belanda yang datang untuk menahan para pimpinan Indonesia agar tidak dapat memberontak lagi.
  2. Perkembangan dari Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948

Merupakan Aksi Polisionil atau juga dikenal dengan sebutan Agresi Militer Belanda, adalah operasi militer yang dilancarkan oleh militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli sampai 5 Agustus 1947.

Agresi ini merupkan pengingkaran dan pengkhianatan Belanda atas hasil perjanjian Renville dengan cara menghancurkan Republik yang merupakan suatu kesatuan sistem ketatanegaraan dengan cara membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarkan atas Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan.

Agresi Militer ini berdampak menguntungkan bagi Belanda, yaitu :

  1. Dari segi ekonomi, bersamaan kembalinya Indonesia dibawah kekuasaan masa penjajahan Belanda di Indonesia segala kepentingan ekonomi investasi yang ditanam oleh Belanda akan semakin luas dan mendapat keuntungan laba yang besar.
  2. Dari segi sosial, ini memiliki keterkaitan dengan masalah kependudukan orang Belanda yang masih tetap tinggal di Indonesia.
  3. Dari segi eksistensi, kedudukan Belanda di mata dunia melalui upaya perundingan yang gagal semakin memperburuk citra Belanda di mata dunia Internasional. Dan melalui Agresi Militer Belanda berusaha melancarkan tujuannya melalui dukungan Militer dan sekutu.
  1. Dampak Agresi Militer Belanda II, Para panglima dan petinggi Indonesia tidak tinggal diam, guna melakukan serangan balik para panglima Indonesia melakukan banyak sabotase untuk melakukan serangan balik. Beberapa panglima besar seperti Sudirman, Bambang dan Hutagulung membuat jaringan dan pasukan di wilayah divis 2 dan 3, Yogyakarta berada pada wilayah divisi 3 pada saat itu. Sri Sultan menyarankan penyerangan dan mengirim surat izin kepada jendral Sudirman, setelah disetujui Sri Sultan bertemu dengan letkol Soeharto untuk membicarakan penyerangan ini.
  2. Serangan ini memang sudah direncanakan sejak beberapa bulan sebelumnya, banyak cara dilakukan dengan memutuskan hubungan telepon agar tidak ada komunikasi hingga menyerang konvoi pasukan Belanda ditengah perjalanan.

Adapun pemilihan kota Yogyajarta sebagai tempat serangan adalah

  1. Yogyakarta merupakan ibu kota RI pada saat itu

Yogyakarta pada saat peristiwa 1 maret 1949 merupakan ibukota Republik Indonesia, yang meripakan simbol sentral kenegaraan dan berkebangsaan. Sehingga jika Yogyakarta dapat dikuasai dengan merebutnya dari Belanda, memiliki pengaruh yang sangat besar daalm mebanghkitkan semangat berjuang, semangat persatuan, dan semangat mengembalikan makna kemerdekaan. Saat itu bangsa Indonesia butuh semangat perjuangan setelah dihantam berbagai peristiwa baim inrernal maupun eksternal dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Menduduki dan menguasai ibukota merupakan alterntif yang terbaik.

  1. Banyak Wartawan Asing

Sebagai ibukota Yogyakarta sebagai sumber informasi tentang Indonesia. Oleh karena itu banyaknya wartawan dari media asing saat itu. Hal ini membuat Yogyakarta merupakan tempat yang tepat untuk melakukan penyerangan, jika penyerangan berhasil maka media asing akan meliput dan berita akan kuatnya Indonesia dengan pasukan TNInya dapat tersebar dengan cepat keluar negeri. Banyak wartawan asing dan anggota UNCL yang tinggal di hotel merdeka pada saat itu sehingga Yogyakarta menjadi tempat terbaik untuk melakukan penyerangan.

  1. Berada Di Wilayah Divisi 3

Yogyakarta berada di wilayah divisi 3 sehingga tidak memerlukan persetujuan dari panglima besar, pasukan juga sudah terbiasa dan paham dengan lokasi, sehingga kemungkinan penyerangan berhasil dapat lebih besar karena sudah terbiasa dan paham dengan tempat tersebut.

  1. Serangan Kejutan

Serangan kejutan ini dipilih, karena militer Belanda tentu tidak akan menyangka bahwa TNI akan menyerang langsung ibu kota pada saat itu. Apalagi setelah ogyakarta dikuasai dalam Agresi Milter II banyak ditahannya para petinggi Indonesia, dan membuat Belanda menganggap Indonesia akan menyerah dan tidak berani menyerang.

 

Kronologi Serangan Umum 1 Maret

Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan adalah Ibukota Republik, Yogyakarta, serta kota-kota di sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini. Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan adalah kota Solo, guna mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.

Serangan terhadap kota Solo yang juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga tidak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta, yang sedang diserang secara besar-besaran oleh pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX, sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda di Magelang dan penghadangan di jalur Magelang – Yogyakarta yang dilakukan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tentara Belanda dari Magelang dapat menerobos hadangan gerilyawan Republik, dan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11.00.

Tepatnya pada tanggal 1 Maret 1949 di pagi hari, dimulailah serangan besar-besaran dengan fokus utama ialah ibu kota Indonesia saat itu yaitu Yogyakarta. Selain itu serangan juga dilakukan dibeberapa kota lain seperti Solo dan Magelang dengan tujuan untuk menghambat bantuan tentara Belanda.

Pusat komando saat itu ditempatkan di Desa Muto, tepat pada pukul 6 pagi, sirine dibunyikan dan serang dilakukan ke seluruh penjuru kota. Serangan tersebut dibagi menjadi 5 sektor yaitu:

  • Kota dipimpin oleh Letnan Marsudi,
  • Barat dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual,
  • Utara dipimpin oleh Mayor Kusno,
  • Selatan dipimpin oleh Mayor Sarjono,
  • Timur dipimpin oleh Mayor Sarjono,

Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, pasukan TNI berhasil mengusai Yogyakarta selama 6 jam. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula pasukan TNI mengundurkan diri.

Tokoh

Para tokoh Serangfan Umum 1 Maret 1949

  1. Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Merupakan tokoh penggagas utama dari ide serangan mendadak di Yogyakarta pada saat itu, Sri Sultan membuat rencana penyerangan dengan letkol Soeharto yang membuat Indonesia dapat merebut kembali ibu kota Yogyakarta.

  1. Letkol Soeharto

Letkol. Soeharto Komandan Brigade X merupakan salah satu petinggi militer TNI yang ikut dalam penyerangan Yogyakarta Maret 1949, Soeharto memimpin pasukan TNI memasuki medan perperangan dan mengalahkan pasukan Belanda pada saat itu.

  1. Panglima Sudirman

Merupakan petinggi TNI yang menyetujui penyerangan Yogyakarta pada saat itu, Sudirman berperan besar dalam keberhasilan penyerangan Yogyakarta.

  1. Bambang Soegeng

Memberikan instruksi kepada para pimpinan pemerintah sipil untuk membantu dalam melakukan penyerangan. Merupakan tokoh yang memberikan masukan bahwa kota yang diserang harus Yogyakarta, karena akan memberikan efek terbesar dalam kebangkitan Indonesia melawan Belanda.

  1. Kita tidak dapat melepaskan Serangan Umum 1 Maret 1949, kepada para pejuang lainnya yang rela mengorbankan jiwa, raga, dan harta untuk suksesnya serangan ini.

 

Dampak

Kerugian di kedua belah pihak

Pada hari Selasa siang pukul 12.00 Jenderal Meier (Komandan teritorial merangkap komandan pasukan di Jawa Tengah), Dr. Angent (Teritoriaal Bestuurs-Adviseur), Kolonel van Langen (komandan pasukan di Yogya) dan Residen Stock (Bestuurs-Adviseur untuk Yogya) telah mengunjungi kraton guna membicarakan keadaan dengan Sri Sultan.

Dalam serangan terhadap Yogya, pihak Indonesia mencatat korban sebagai berikut: 300 prajurit tewas, 53 anggota polisi tewas, rakyat yang tewas tidak dapat dihitung dengan pasti. Menurut majalah Belanda De Wappen Broeder terbitan Maret 1949, korban di pihak Belanda selama bulan Maret 1949 tercatat 200 orang tewas dan luka-luka.

Perkembangan Setelah Serangan Umum 1 Maret

Serangan Umum 1 Maret mampu menguatkan posisi tawar dari Republik Indonesia, dan mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa RI sudah lemah. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang karena membuktikan kepada Belanda, bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, persenjataan berat – artileri, pasukan infantri dan komando yang tangguh. Serangan umum inilah yang menyegel nasib Hindia Belanda untuk selamanya.

Arti Penting Serangan Umum 1 Maret 1949

Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949, memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia antara lain:

  1. Menunjukkan kepada dunia internasional keberadaan pemerintah dan TNI masih kuat dan solid dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
  2. Sejak keberhasilan serangan ini, maka banyak dukungan terhadap perundingan atau perjuangan diplomasi yang berlangsung di PBB maupun di forum internasional lainnya.
  3. Meningkatkan moral bangsa Indonesia.
  4. Meruntuhkan mental pasukan Belanda.
  5. Mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.

Letkol. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta. Setelah penyerangan berhasil dengan baik letkol Soeharto memerintahkan TNI untuk kembali ke pos masing masing dan meninggalkan kota Yogyakarta, mereka takut akan serangan balik dari Belanda, hal ini dilakukan agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan dan juga menghin-dari kontak senjata. Namun keberha-silan mendapatkan Yogyakarta kembali telah membuat dunia sadar akan kekuatan Indonesia pada saat itu dan membuktikan bahwa RI belum menyerah.

Para TNI memasuki hotel merdeka tempat para wartawan asing berada dan mengatakan bahwa mereka telah berhasil mendapatkan ibu kota kembali. Serangan ini memang mem-berikan dampak yang signifikan bagi kaum Indonesia, sekaligus mematah-kan Belanda yang menggangap TNI sudah dikalahkan. Keberhasilan ini membuat PBB memaksa Belanda untuk membebaskan semua petinggi Indonesia dan menganggap Belanda telah melanggar perjanjian renvile yang telah disetujui, pbb membuat undang undang baru dalam melin-dungi Indonesia.

Itulah sejarah singkat serangan umum 1 Maret 1949 yang harus kita ketahui sebagai penerus bangsa. Ingat perjuangan para pahlawan tidaklah mudah dan mereka rela mengorbankan jiwa dan raga. Sebagai penerus bangsa kita harus melakukan yang terbaik demi Negara kita tercinta ini.

Dampaknya:

Bidang Politik

  • Penyerangan ini telah membuat Indonesia bangkit dari keterpurukan dan mempertahankan kedaulatan RI dari serangan Belanda. Hal yang terpenting adalah membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI berarti juga Republik Indonesia masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengada kan perlawanan.
  • Keberhasilan ini membuat PBB memaksa Belanda untuk membebaskan semua petinggi Indonesia dan menganggap Belanda telah melanggar Perjanjian Renvile yang telah disetujui, PBB membuat undang undang baru dalam melindungi Indonesia.
  • Amerika Serikat yang pada saat itu merupakan sekutu Belanda memaksa Belanda untuk menangani semua masalah yang terjadi di Indonesia, setelah itu Belanda mengakui kedaulatan negara Indonesia pada 27 Desember 1949 pada Konferensi Meja Bundar yang diadakan di Den Haag.

Bidang Ekonomi

  • Serangan Umum 1 Maret 1949, memang sebelumnya sudah direncanakan. Dengan demikian tidak berdampak signifikan pada hari itu terhadap kegiatan perekonomian, pada umumnya mereka lebih memilih untuk berada di rumah masing-masing atau mengungsi untuk menghindari dampak pertempuran.
  • Akan tetapi secara umum perekonomian di Yogyakarta masih belum sepenuhnya pulih dalam roda perekonomian, karena sebelumnya kota Yogyakarta menjadi sasaran Agresi Miiter belanda II.

Bidang Sosial

  • Monumen Serangan Umum 1 Maret berada di area sekitar Museum Benteng Vredeburg yaitu tepat di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Monumen ini dibangun untuk memperingati serangan tentara Indonesia terhadap Belanda pada tanggal 1 Maret 1949
  • Dalam mempersiapkan Serangan Umum 1 Maret 1949 rakyat sekitar wilayah Yogyakarta dan satuan-satuan TNI turut dilibatkan. Dalam hal ini terdapat kerjasama dan saling membantu untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan strategi perang bergerilya.

Bidang Militer

  • Dalam masa perjuangan itu para pelajar membentuk tentara-tentara pelajar. Para pelajar di Jawa Timur membentuk Tentara Pelajar Republik Indonesia (TPRI) dan Tentara Genie Pelajar (TGP) yang terdiri dari pelajar sekolah teknik.
  • Memberikan pesan kepada dunia internasional bahwa TNI Indonesia merupakan pasukan yang kuat dan siap melindungi Indonesia kapan saja,.
  • Dalam KMB Amerika Serikat meminta Belanda untuk menyerahkan semua berbagai perlengkapan militer kepada TNI, Belanda yang setuju langsung melakukan serah terima senjata dengan TNI.
  • Penyerangan ini telah membuat Indonesia bangkit dari keterpurukan dan mempertahankan kedaulatan RI dari serangan Belanda. sekaligus memaksa Belanda menyelesaikannya melalui meja perundingan.

Bidang Diplomasi

Dilaksanakannya Perjanjian Roem Royyen 7 Mei 1949 Hotel Des Indes, Batavia.

Pernyataan pihak Indonesia:

  1. Pemerintah republik Indoensia akan mengeluarkan penghentian perang gerilya
  2. Kerjasama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga keamanan serfta ketertiban
  3. Turut serta dalam KMB yang bertujuan untuk mempercepat penyerahan kedaulatan kepada RIS

Pernyataan pihak Belanda:

  1. Pemerintah Nelanda setuju bahwa pemerintah RI bebas dan leluasa melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Keresidenan Yogyakarta.
  2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin RI dan tahanan politik sejak 19 Desember 1948
  3. Pemerintah Belanda setuju akan menjadi bagian RIS
  4. KMB akan diadakan di den Haag detelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.

Setelah ditandatanganinya Perjanjian Roem – Roijen, maka memiliki dampak:

  1. Bidang Politik berupa
  2. kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta pada 1 Juli 1949.
  3. Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari RIS
  4. Belanda menjamin penghentian gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik
  5. Pada 13 Juli 1949 Mr. Syafruddin Prawiranegara mengembalkikan mandatnya sebaagi pelaksana PDRI kepada Wakil Presiden Moh. Hatta
  6. Sepakat untuk menyelenggarakan KMB di Den Hag Belanda
  7. Bidang Ekonomi
  8. Kembalinya Yogyakarta sebagai ibukita RI, memberikan angin segar bagi perekonomian Indonesia khusunya para pengusaha karena mendapatkan kepastian tentang dimana ibukota negara yang berfungsi sebagai basis perekonomian negara
  9. Menstimulus pergerakan perekonomian daerah sekitar Yogyakarta khusunya dan wilayah Indonesia umumnya
  10. Bidang Sosial
  11. Memberikan kepastian kepada seluruh rakyat Indonesia posisi ibukota negara yang merupakan simbol pengakuan pusat kenegaraan.
  12. Menaikan harga diri bangsa yang terhormat dengan pengakuan ibukota negara
  13. Bidang Militer
  14. Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya.
  15. Pada 10 Juli 1949 Jenderal Sudirman beserta pasukan yang ikut bergerilya kembali memasuki kota Yogyakarta

A. Dilaksanakannya Konferensi Inter Indonesia

Konferensi Inter Indonesia merupakan suatu konferensi yang dilakukan antara Negara Indonesia dan BFO (Negara bentukan Belanda) atau Negara Boneka Belanda yang dikala itu Indonesia menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat).

Pelaksanaannya

  1. Pada tanggal 19 – 22 Juli 1949 Yogyakarta
  2. Pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949 Jakarta

Pemilihan kedua kota ini atas pertimbangan bahwa Yogyakarta merupakan wilayah negara RI sedangkan Jakarta termasuk daerah negara bagian. Dengan demikian tercipta sikap saling menghargai dan sejajar.

Tujuannya adalah

  1. Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman serta menyatukan langkah menghadapi Belanda dalam KMB, negara-negara bagian dan RI mengadakan konferensi bersama.
  2. Membentuk suatu rekonsiliasi antara pemimpin-pemimpin RI dan wakil-wakil negara bagian dan daerah-daerah di luar wilayah kekuasaaan RI, karena adanya perselisihan paham dan jurang pemisah antara mereka akibat politik memecah belah pemerintah Belanda.
  3. Agar tercapai kerjasama dan kekompakan menghadapi Belanda selama pembicaraan pada sidang KMB

Hasil dari Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta 19 – 22 Juli 1949  adalah:

  1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat berdasarkan demokrasi dan federalisme/serikat
  2. RIS akan dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggungjawab kepada presiden
  3. RIS kaan menerima penyerahan kedaulatan dari RI dan Kerajaan Belanda
  4. Angkatan Perang RIS adalah angkatan perang nasional
  5. Pembentukan APRIS adalah soal bangsa Indonesia. (I wayan Badrika. 2006: 175)

Hasil dari Konferensi Inter Indonesia di Jakarta 30 Juli – 2 Agustus 1949 adalah :

  1. Agustus ditetapkan sebagai Hari Nasional Negara RIS
  2. Bendera Merah Putih sebagai bendera RIS
  3. Lagu kebangsaan RIS adalah Indonesia Raya
  4. Bahasa Nasional RIS yaitu Bahasa Indonesia (Mulyana, 2008)

B. Dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar ( KMB ) ( Den Haag, Belanda, 23 Agustus – 2 November 1949

Tujuan KMB adalah:

Tujuan diadakannya Konferensi Meja Bundar ini antara lain adalah :

  1. Mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda, khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS).
  2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.

Adapun hasil KMB adalah:

  1. Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya, tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada Republik Indonesia Serikat
  2. Pengakuan kedulatan itu akan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949
  3. Tentang Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan kepada RIS
  4. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia- Nederland yang akan diketuai Ratu Belanda
  5. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
  6. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.
  7. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik kembali dan sebagian diserahkan kepada RIS
  8. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda

Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan rangkaian peristiwa yang dialami oleh bangsa Indonesia sebagai proses perjuangan mempertahankan kemerdekaan untuk mendapatkan kedaulatan bangsa Indoensia. Sebagaimana peristiwa patriotik di wilayah Indonesia lainnya, peristiwa ini dianggap biasa dan sederhana, akan tetapi jika dipelajari secara mendalam, maka terdapat ‘daya pengungkit’ yang menjadikan bangsa ini mengalami kebangkitan untuk mencapai kemerdekaan seutuhnya.

Dalam keterpurukan segala bidang sebagai bangsa yang baru merdeka, ternyata penguasaan dan pendudukan selama 6 jam kota Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia menyadarkan semua pihak bahwa bangsa ini dengan roh patriotiknya masih ada. Memang terlihat fisik bangsa Indonesia melemah akibat pengkhianatan PKI Madiun 1948 dan Agresi Militer Belanda II ditahun yang sama, namun jiwa menggelora sebagai bangsa patriotik yang dicontohkan oleh para pendahulu mereka yang rela mempertaruhkan nyawa, telah mengalirkan gejolak darah syuhada ‘hidup terhormat atau mati dijalan jihad’. Inilah kekuatan yang tidak disadari oleh Belanda. Peristiwa sederhana ini memang secara waktu terasa sesaat, akan tetapi secara jiwa adalah gelora yang tak kan pernah padam berkesudahan sebagai wujud genarasi para syuhada.

Keberhasilan ini membukakan langkah Indonesia bukan hanya dengan perjuangan militer, akan tetapi juga perjuangan diplomasi. Memang kita selalu dikecewakan dalam berbagai perundingan seperti Linggrjati dan Renville. Namun jiwa keimanan dan kesabaran bangsa generasi syuhada ini meyakini akan adanya bantuan dari penguasa alam semesta yang datang seiring dengan ikhtiar yang dijalankan. Dibukakannya mata dunia, dukungan negara Islam kepada Indonesia, dan catatan pena para wartawan membawa Indonesia melesat sebagai bangsa yang dihormati dan disegani di dunia internasional. Hal ini bukan karena kita mengkhianati perjanjian tetapi kita menghargai arti sebuah janji dan kesepakatan. Perjanjian Roem Royyen, Inter Indonesia, dan akhirnya Konferensi Meja Bundar menghadirkan karunia kepada bangsa ini sebuah pengakuan kedaulatan.

Ternyata peristiwa yang dianggap bagaikan suara letupan yang tidak berarti dibandingkan suara dentuman telah menjalarkan semangat sebagai bangsa yang memiliki harga diri, semangat, dan bersatu untuk menegakkan makna ‘berdaulat’.

Referensi:

  1. Dimjati, M. (1951). Sedjarah Perdjuangan Indonesia, Djakarta: Widjaja
  2. Evita, Andi Lili (2017). Paeni, Mukhlis; Sastrodinomo, Kasijanto, ed. Gubernur Pertama Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
  3. Indonesia, Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaa. 2014. Sejarah Indonesia SMA Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.
  4. Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru II: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia
  5. Mulyana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan Yogyakarta: LkiS
  6. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho; dkk. 1998. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka
  7. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho; dkk. 1998. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
  8. Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
  9. Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan
  10. Vlekke, Bernard H.M. 2016. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Penulis: Drs. Suharyono Guru Sejarah SMAIT Nurul Fikri dan Kepala Biro Kurikulum dan Pembelajaran SIT Nurul Fikri

Leave a Reply