Skip to main content
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Selain bulan penuh berkah, Ramadhan juga disebut sebagai bulan Alquran. Pada bulan ini, mayoritas umat Islam berlomba-lomba mengkhatamkan Alquran guna mendapatkan pahala melimpah dari Allah SWT. Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Muti mengatakan terdapat dua makna ramadhan disebut sebagai bulan Alquran. Pertama secara historis Alquran diturunkan pertama kali pada bulan Ramadhan. Makna kedua yaitu bulan yang mengajak umat Islam memperbanyak membaca alquran. “Alquran adalah petunjuk bagi umat manusia. Dengan petunjukalquran manusia akan selamat dan sejahtera dalam kehidupan dunia dan akhirat,” ujar Mukti kepada republika.co.id, Ahad (27/5). Karenanya, umat Islam dianjurkan untuk tidak menyia-nyiakan memperbanyak membaca alquran di bulan istimewa ini. Umat Islam, memiliki kewajiban individu atau kolektif untuk membaca, memahami, dan mengamalkan Alquran. Muti berharap intensitas membaca Alquran yang tinggi dibulan ramadhan terus belanjut di luar ramadhan. Sebagai umat beriman, tentunya harus selalu membaca Alquran sepanjang masa. “Ramadhan adalah momentum untuk kita meningkatkan pemahaman,kesadaran dan pengamalan alquran,”kata Muti. Kemudian umat Islam juga dapat menarik pelajaran dari peristiwa nuzulul quran. Peristiwa tersebut, Muti menjelaskan merupakan prosesturunnya Alquran dari lauhul mahfudz ke dunia dimana Alquran turun secara sekaligus pada malam lailatul qadr. Proses selanjutnya yaitu turunnya Alquran dari dunia ke Nabi Muhammad SAW. Proses ini berlangsung secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Selanjutnya tiba pada proses umat Islam mulai membacanya, memahami, dan mengamalkan alquransebagai petunjuk bagi umat manusia. “Proses ketiga berlangsung sepanjang hayat. Nuzulul Quran dalam pengertian yang ketiga ini merupakan tugas sejarah bagaimana agar umat Islam dapat memajukan umat dan bangsa dengan ajaran Alquran,”tuturnya. “Materi dakwah yang disampaikan tidak hanya disampaikan lewat ceramah di masjid , tabligh akbar saja, melainkan juga harus lewat media sosial,” kata Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto pada Republika.co.id, Ahad (27/5). Jadi, kata Agung, harus ada upaya penyadaran kepada masyarakat dengan pola-pola sosialisasi yang berbeda yang konvensional. Pola berdakwah konvensional yang dilakukan di masjid-masjid tetap dilakukan, tetapi perlu juga lewat media sosial seperti facebook, instagram, twitter, dan lain-lain. Sehingga dakwah Muhammadiyah lewat media sosial visa secara cepat diakses oleh pengguna media sosial. Apalagi, Muhammadiyah merupakan organisasi sosial yang cukup kredibel. Sehingga harus tampil melindungi masyarakat dari informasi yang tidak jelas sumbernya. “Apalagi akhir-akhir di media sosial banyak kajian keislaman yang tidak sesuai dengan faham keislaman yang berkembang di Indonesia, ujarnya. Menurut Danarto, dalam pengajian Ramadhan.yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Sabtu malam.(26/5) sempat muncul wacana perlunya kode atau lambang dalam berdakwah yang disampaikan oleh orang Muhammadiyah lewat media sosial. Tadi malam itu (red. Sabtu, 26/5) merupakan pembekalan intern kepada para pimpinan Muhammadiyah yang dihadiri oleh semua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah se-Indonesia, semua Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Jawa Tengah dan DIY serta Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia. “Jadi karena berupa pengajian tidak ada kesimpulannya. Tetapi karena ada masukan-masukan misalnya sebaiknya dalam berdakwah di media sosial ada kode atau lambang Muhammadiyah akan dibicarakan pada kesempatan lain,”ungkapnya. Sumber: http://republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-ramadhan/18/05/27/p9drok313-dua-makna-ramadhan-bulan-alquran

Leave a Reply