Skip to main content
Quran

Berbagi

By March 13, 2015October 5th, 2015No Comments
Sepasang suami istri yang berusia lanjut, suatu kali mengunjungi kantor pusat untuk bernostalgia tentang suka duka ketika mereka masih aktif bekerja dahulu. Kesempatan bernostalgia ini rupanya dimanfaatkan mereka untuk menikmati sop buntut yang tersohor di kantin dalam kantor pusat tersebut. Kebetulan, ketika itu jam makan siang sehingga banyak pegawai yang santap siang disana. Suami istri ini lalu masuk antrean untuk memesan sop buntut. mereka memesan satu porsi sop buntut beserta nasinya dan 2 gelas es teh manis serta sebuah piring kosong dan mangkok. semua yang melihat mereka heran. Sepasang suami istri ini hanya memesan satu porsi. Bahkan, beberapa pegawai lain iba melihat betapa menderitanya nasib pensiunan ini sehingga untuk makan siang dikantin saja hanya memesan satu porsi. Sang suami lalu membagi nasi menjadi dua bagian demikian pula sop buntutnya. Satu bagian untuk dirinya dan bagian lain diserahkan kepada istrinya. Mulailah mereka makan. Namun yang makan adalah suami dulu, sementara sang istri dengan tersenyum menunggu dan menatap kekasihnya makan. Seorang pegawai tiba-tiba bangkit dari bangkunya berdiri dan berjalan menuju mereka. Dengan rasa iba pegawai ini menawarkan kepada pasangan suami istri ini, sementara ia sendiri hidup berkecukupan. Namun, tawaran pegawai ini ditolak secara halus sambil tersenyum oleh pasangan ini dengan menggunakan bahasa isyarat. Sang suami pun kembali melanjutkan santap siangnya. Semenyara sang istri hanya menatap sambil tersenyum hingga sop buntut bagiannya menjadi dingin. Setelah beberapa lama, kembali si pegawai yang berkecukupan gelisah melihat tingkah pasangan ini. Sang istri ternyata tidak makan, betapa cintanya sang istri kepada suami hingga rela berkorban menunggu sang suami selesai makan. Kembali, pegawai tadi dengan rasa penasaran mendatangi sang ibu dan bertanya, “Ibu, saya melihat ibu hanya menunggu bapak makan sementara ibu sendiri tidak makan. kalau boleh tahu, apakah yang ibu tunggu?” Dengan tersenyum sang ibu menjawab, “Yang saya tunggu adalah gigi, sementara ini masih dipakai bapak.” Inilah manusia, yang ditaruh dalam hatinya oleh sang pencipta kerinduan untuk senantiasa berbagai dan memanusiakan lainnya. Berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk memberi. Semakin banyak memberi, semakin tidak akan merasa kekurangan. Pengorbanan yang paling tinggi adalah dalam bentuk penyangkalan diri, yakni ketika yang dikorbankan adalah harga diri sendiri untuk meningkatkan harga diri orang lain. Disinilah keindahan berbagi daripada sekedar menerima.   Sumber : Buku Setengah Isi Setengah Kosong, Karya : Parlindungan Marpaung

Leave a Reply